Pengalaman Menulis untuk Menjaga Kesehatan Mental
Mengikuti challenge
menulis blog setiap hari yang diadakan oleh komunitas KEB, sungguh jadi
tantangan tersendiri buat saya. Selama ini kalau ada challenge serupa
hanya jadi sekedar wacana saja alias gagal ikutan. Kali ini saya berasa
menantang diri sendiri apakah sanggup melewati tujuh hari menulis dengan tema
tertentu setiap hari. Tentu saja ini mengasah mental saya untuk pantang
menyerah. Seperti halnya tema hari ini mengenai menulis untuk menjaga kesehatan
mental bagi perempuan.
Bisa dibilang pembahasan mengenai
kesehatan mental ini bukan hal yang tabu lagi. Dari sekian banyak pembahasan memang
perempuan yang lebih rentan mengalami mental illness. Ada banyak
penyebab perempuan rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Baik dari
lingkungan keluarga hingga lingkungan pergaulan.
Misal ini, ada circel pertemanan
yang semuanya memiliki hape Iphone, sementara diri sendiri cuma android
percayalah hal tersebut bisa mempengaruhi kesehatan mental. Bisa jadi merasa
insecure yang ujung-ujungnya bisa menarik diri dari lingkaran circle
tersebut. Pokoknya banyak kasus penyebab gangguan kesehatan mental.
Dulu saya tidak pernah menyadari
kalau sebenarnya sudah ada bibit-bibit mental illness. Ya, saya anggap hal
tersebut cuma gangguan hormon pra menstruasi saja. Nyatanya saya salah, akan
tetapi tidak boleh mendiagnosa sendiri ya mengenai apakah diri kita mengalami
mental illness. Perlu dan pentingnya meminta bantuan profesional untuk memastikan.
Namun kita bisa mencari informasi ciri-ciri yang bagaimana sih bisa dikatakan
mengalami gangguan kesehatan mental.
Kalau baca-baca cerita orang yang
mengalami kesehatan mental, sungguh tidak mengenakan. Ya namanya juga mental
bermasalah, jelas ada gak enak karena ada pemicunya. Sedangkan perempuan paling
banyak mengalami hel tersebut. Baik yang statusnya belum menikah sampai yang sudah
menikah. Kalau belum menikah penyebab kesehatan mental bermasalah pemicunya
kalau gak urusan percintaan, kuliah hingga rekan kerja di kantor. Nah, kalau
yang sudah menikah lebih kompleks lagi pemicunya. Mulai dari masalah dengan
pasangan, mertua, orang tua hingga urusan anak-anak.
***
Apakah saya sempat mengalami mental
Ilness? Ya, saya akui itu. Saya sempat mengalami badai kehidupan yang
mengguncang mental. Bagaimana bisa tahu kalau mengalami mental illness? Ya awalnya
saya baca-baca informasi di internet. Saya merasa mengalami depresi, hal
tersebut bukan tanpa alasan karena saya mengalami beberapa ciri-ciri depresi
seperti mengalami kesedihan yang berlarut-larut, sulit fokus, lebih banyak
melamun, tidak bersemangat, merasa kelelahan sampai ada niatan untuk mengakhiri
hidup ini.
Lantas apa yang saya lakukan? Atas
masukan suami meminta saya untuk konsultasi ke ahlinya masalah kejiwaan. Tadinya
saya menolak, merasa saya bakal bisa menyembuhkan diri sendiri. Namun semakin
hari rasanya makin tidak nyaman dengan kondisi diri. Akhirnya memutuskan untuk
konsul ke psikiater. Kenapa langsung ke sana? Karena saya perlu berobat, bukan
sekedar release perasaan.
Saya ingat betul ini, belum juga bercerita
permasalahanya di depan dokter, saya malah menangis duluan hahaha. Ya karena
sesakit itu jiwa saya. Usai sesi konsultasi apa hasilnya? Saya mengalami
depresi ringan dan dirujuk ke rumah sakit jiwa. Rumah sakit tempat saya
konsultasi tak memadai untuk persediaan obatnya.
Saya pasrah dan mengikuti alur
pengobatan yang disarankan dokter jiwa di rumah sakit tersebut. Setiap bulan
saya menjalani konsultasi dengan psikiater di rumah sakit jiwa yang jadi
rujukan se Indonesia. Bahkan beberapa kali ganti dokter psikiater karena
terbentur jadwal dokternya. Cuma konsul saja? Oh tentu saja tidak. Setiap bulan
saya minum puluhan obat agar bisa tidur dengan tenang karena saya juga
mengalami gangguan susah tidur. Satu dokter psikiater dengan lainnya memberikan
saran yang berbeda. Dokter psikiater perempuan yang saya temui konsul
menyarankan untuk menerapkan mindfulness. Kalau perlu bisa dengan merelease
perasaan dengan menulis dibuku supaya lega.
Yup, menulis pun bisa membantu menjaga
kesehatan mental perempuan. Apa yang ada dan mengganggu pikiran bisa
dikeluarkan dengan menulis biar lega. Saya pun melakukan hal tersebut, saya memiliki
blog khusus untuk merelease perasaan ke dalam tulisan. Selain blog ada juga sosmed
lain yang saya gunakan untuk menulis dan memprivat hasilnya hanya saya saja
yang bisa membacanya. Ya memang bukan untuk mendapatkan validasi atas apa yang
saya ungkapkan ditulisan tersebut.
Ada banyak manfaat menulis
untuk kesehatan mental terutama perempuan.
1. Menulis
membantu mengurangi stres
Saat kita
menuliskan pengalaman stres atau khawatir, tentu saja hal itu memproses dan
mengatasi perasan lebih efektif. Selesi menuliskan pengalaman tersebut jadi
lebih santai dan tenang. Beban emosional yang dirasakan jadi berkurang.
2. Menulis
meningkatkan kesejahteraan emosional
Menulis mengenai
emosi positif dapat membantu kesejahteraan emosional serta mengurangi gejala
depresi. Selain itu menulis mengenai tujuan hidup kedepannya bisa membantu
meningkatkan perasaan positif dan kepercayaan diri.
3. Menulis
menbantu mengatasi trauma
Ya menulis
mengenai pengalaman traumatis dapat membantu mengurangi gelaja stres pasca-trauma
dan membuat diri lebih baik.
4. Menulis
meningkatkan kekebalan tubuh
Mungkin belum
banyak yang tahu kan kalau menulis juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh lho. Serta
mengurangi risiko penyakit tertentu. Kebiasaan menulis secara ekspresif yang
dilakukan bisa meningkatkan sel-sel kekebalan tubuh.
5. Meningkatkan
mood
Ini yang sering
saya rasakan kalau menulis bisa meningkatkan mood. Dengan menulis dapat mengembalikan
suasana hati dan memperbaiki mood lebih baik. Menulis pun secara tidak langsung
mengajari untuk jujur dengan diri sendiri. Bahkan bisa menjadi bukti fisik yang
digunakan sebagai pengontrol perasaan.
6. Mengasah
memori
Menulis tentu saja
bisa mengasah kemampuan otak dalam mengingat. Tidak hanya meningkatkan memori
dan pemahaman, menulis juga bisa mengasah kemampuan kognitif. Mengingat apa
saja pengalaman atau peristiwa yang pernah terjadi dalam hidup ini dan
dituangkan dalam bentuk tulisan.
Itulah beberapa manfaat menulis
yang bisa menjaga kesehatan mental yang saya ketahui. Apakah saya sudah sembuh
dari gangguan kejiwaan yang sempat dialami? Insya Allah dengan berbagai upaya
yang saya lakukan perlahan sembuh, namun memang tidak bisa instan ya. Prosesnya
panjang, obat yang harus saya minum setiap bulan selama tujuh bulan tanpa
putus.
Selain menulis, saya melakukan
perjalanan ke luar kota untuk menyembuhkannya istilah zaman now, healing. Mengupayakan
hati saya lebih bahagia dengan kegiatan yang positif. Saya berusaha menghindari
hal-hal yang bisa men-trigger kesehatan mental. Mengikuti challenge menulis
blog ini salah satu untuk menjaga kesehatan mental. Saya yang tadinya menyimpan
rapat pengalaman mengalami depresi, jadi lebih berani mengungkapkan dalam
bentuk tulisan di sini. Kejadian itu sudah berlalu setahun lalu, tahun terberat
yang saya alami dalam hidup ini. Hanya saja saya tak bisa mengungkapkan
penyebab utama saya mengalami depresi. Biarlah Tuhan, orang-orang terdekat saya
yang tahu mengenai hal itu. Pastinya sangat jadi pelajaran dalam hidup,
janganlah menggengam yang sejatinya tidak bisa genggam. Lepaskan dengan ikhlas
maka hidup lebih damai. Kesehatan mental lebih terjaga.
aku dulu pernah kepikiran mau ke psikilog mbak, mungkin ngerasa kayak stres dan nggak nemuin jalan keluar. Perlahan alhamdulilah sudah mulai sloww juga, dan aku usahakan berpikir positif dan nggak usah terlalu banyak dipikir.
BalasHapusdan menulis juga merupakan obat stres aku mbak, kayak bebas mau curhat lewat tulisan dan mengenang memori lama gitu