Melawan Stigma Kusta Untuk Dunia yang Setara
Dih!
Takut ah
deket-deket dia!
Kulitmu
kenapa? Sereem!
Beberapa tanggapan ini adalah stigma negatif bagi
pasien kusta. Di era internet seperti ini, saya merasa sedih karena ada
bullying ke mereka yang kena kusta. Padahal siapa juga yang mau sakit?
BTW, teman-teman pernah tahu tentang kusta? Penyakit
ini menyerang kulit dan peyebabnya adalah bakteri mycrobacterium leprae. Namun jangan khawatir jika ada yang kena
kusta. Sekarang pengobatannya sudah canggih banget dan bisa sembuh asal telaten
dan saba dalam minum obat.
Mirisnya, masyarakat masih ada saja yang belum melek
tentang kusta. Mereka mengucilkan pasien kusta dan malah ada yang menganggapnya
kutukan. Padahal ini adalah murni penyakit karena serangan bakteri, bukan
karena karma atau efek black magic.
Saya paham tentang perasaan pasien kusta setelah
menyimak live streaming bertema Melawan Stigma untuk Dunia yang Setara, tanggal
30 maret 2022 jam 9-10 pagi. Narasumbernya adalah Uswatun Khasanah yang akrab
dipanggil Uswa. Dia adalah orang yang pernah mengalami kusta (OPYMK) tapi
alhamdulillah sudah sembuh.
Enggak cuma
Uswa, juga ada dokter Oom Komariah, M.Kes sebagai narasumber kedua. Beliau juga
pernah kena stigma negatif karena anaknya ada yang down syndrome. Saat ini
beliau jadi Ketua POTADS (persatuan orang tua anak dengan down
syndrome).
Acara yang dipandu oleh MC Ines Nirmala ini
berlangsung dengan gayeng. Giliran pertama adalah Uswa yang saat ini berusa 25
tahun dan kena kusta saat berusia 14 tahun. Ia bercerita dulu kena kusta dan
saraf di kulitnya yang kena. Untung saja untuk berobat bisa hanya dengan ke
Puskesmas.
Meski harus melakukan pengobatan kusta selama 12 bulan
karena termasuk jenis kusta basah, tetapi Uswa bersyukur bisa sembuh. Awalnya ia
merasa sedih mengapa sampai kena kusta? Namun orang tuanya mendukung penuh baik
dalam pengobatan maupun secara psikis.
Uswa bercerita bahwa ia sempat kena stigma negatif
karena kusta. Penyakit itu dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya dan adalah
kutukan. Padahal bisa ditangani secara medis. Semoga saat ini masyarakat makin
paham tentang kusta sehingga tidak lagi menjauhi dan mengucilkan para pasien
kusta.
Narasumber kedua adalah dokter Oom Komariah, M.Kes.
Beliau selain jadi dokter, juga jadi ketua POTADS (persatuan orang tua anak dengan down syndrome). Dokter Oom bercerita walau
sudah paham down syndrome itu apa,
tetapi ia tetap shock saat tahu anaknya didiagnosis down syndrome.
Dokter Oom merasa bersalah dan sempat mengalami fase sedih. Setelah itu
akhirnya ia bisa menerima dan mencari
komunitas, dan akhirnya terbentuklah
POTADS.
Stigma negatif juga pernah didapat oleh dokter Oom.
Masyarakat heran mengapa sang anak
adalah down syndrome sedangkan ibunya dokter?
Namun dokter Oom tetap tegar. Beliau berpesan kepada semua orang tua yang anaknya
didiagnosis down syndrom jangan diam saja, tetapi bawa langsung ke dokter anak.
Karena anak down syndrome biasanya memiliki penyakit bawaan seperti jantung,
mata, dll. Makin cepat bertemu dokter maka makin cepat tertangani.
Selain itu, anak down syndrome juga relatif lebih
lambat pertumbuhannya, sehingga harus distimulasi (di klinik tumbuh kembang).
Dengan stimulasi yang tepat maka akan terkejar dan ia bisa berjalan dengan
normal. Jadi orang tuanya tidak boleh membiarkan saja, tetapi harus proaktif.
Dari mana orang tua tahu alamat klinik tumbuh kembang
dan penanganan anak down syndrome yang tepat? Beliau menyarankan untuk cari
komunitas seperti POTADS sehingga bisa sharing dan tahu cara mendidik anak down
syndrome seperti apa.
POTADS sudah
ada 10 cabang di daerah dan ada rumah ceria sebagai tempat pelatihan anak down
syndrome. Mereka diajak berolahraga, latihan martial art, dan belajar
berbagai keterampilan hidup. Bila
masyarakat atau para orang tua yang memerlukan informasi terkair POTADS bisa
melalui nomor kontak admin POTADS di 08129637423.
Setelah menyimak live streaming saya makin paham bahwa
stigma negatif tak boleh diberikan, baik ke pasien kusta maupun
orang tua dengan anak down syndrome. Kita semua setara dan tidak boleh saling mengejek.
0 comments: