Kegiatan berkebun
bukanlah hal baru bagi saya, karena sejak kecil sudah sering berurusan sama
tanaman. Almarhumah nenek saya seorang petani di lereng gunung Lawu yang saat
saya kecil selalu diajak ke sawahnya. Almarhumah Nenek mengerjakan sawahnya
sendiri, mulai dari menanam bibit padi hingga memanennya. Saya biasanya membantu
dengan ikut turun ke sawah tapi tentu saja lebih banyak bermainnya sih hehehe. Kenangan
masa kecil itu yang membuat saya akhirnya menyukai dunia tanam menanam. Namun sayangnya
kedua orang tua saya tidak ada yang mengikuti jejak Almarhumah Nenek menjadi
petani.
Menyukai Dunia Cocok Tanam sejak
Kecil
Walaupun
begitu, passion di dunia tanam-menanam itu tidak bisa saya pendam
lama-lama. Saat remaja dan masih tinggal di desa Popoh, Blitar saya menyalurkan
hobi bercocok tanam di halaman dan tanah pekarangan rumah orang tua. Beberapa
jenis tanaman saya tanam mulai dari bunga, umbi-umbian hingga buah. Kebetulan juga
setiap halaman rumah di desa pasti ditanami pohon berbuah, kalau di Blitar yang
khas itu menanam pohon Rambutan, Belimbing dan Mangga. Kalau di rumah saya
ditanami pohon Rambutan dan Mangga. Alhamdulillah setiap tahun kedua pohon ini
selalu berbuah.
Setelah saya
menikah dan memiliki rumah sendiri, saya lebih totalitas lagi dalam berkebun.
Namun karena lahan di kota terbatas sehingga pilihan saya jatuh pada tanaman
hias dan tanaman buah yang berukuran kecil. Kaktus, Suplir, Keladi dan Monstera
(Janda Bolong), Cabai dan Tomat adalah tanaman yang mengisi kebun kecil yang
berada di depan rumah kami. Hanya ada 1 tanaman pohon berbuah besar yang tumbuh
di kebun kami yaitu Mangga namun sampai sekarang tidak kunjung berbuah. Malah
hamanya yang banyak, saya dan suami sampai nggak tahu musti bagaimana lagi
merawatnya. Untuk tanaman hias yang bentuk atau motif daunnya indah dan
berukuran kecil, saya menaruhnya di dalam rumah agar suasana jadi lebih asri
dan sejuk.
Karena
penasaran kenapa pohon mangga di rumah berhama mulu dan susah berbuah, saya pun
berusaha mencari informasi di internet. Pencarian itu berakhir di demfarm.id,
sebuah website yang menyajikan berbagai macam pengetahuan dan informasi tentang
pertanian Indonesia, tips bercocok tanam, hingga orang-orang yang telah sukses
menjadi petani.
Mengenal Demfarm
Demfarm berasal
dari semangat positif yang berkelanjutan untuk bersama-sama mewujudkan kemajuan
pertanian Indonesia melalui konten edukatif dan informatif tentang pertanian,
pupuk, pertanian, dan info pangan. Demfarm juga mengulas dari sisi petani
sukses atau UMKM pengolah makanan untuk menginspirasi para pembaca. Demfarm
juga memiliki komitmen yang berani untuk mencoba menghadirkan konten yang segar
dan baru serta aktif menyelenggarakan program-program yang mendukung industri
pertanian.
Salah satu
program yang saya sukai di Denmfarm adalah Urban Farming. Program ini related
banget dengan saya yang hidup di kota dengan lahan terbatas namun tetap ingin
berkebun. Tujuan dari Urban Farming sendiri adalah mengajak masyarakat untuk bisa
memanfaatkan lahan sekitar atau lahan terbatas untuk kebutuhan pangan dan tanaman,
baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun sebagai profesi dan bisnis.
Hari Menanam Pohon Nasional
Nah pada
tanggal 28 November 2021 yang lalu, Demfarm menggelar talk show bertema “Cerita
Petani Millennial, Mendapat Berkah dari Kebun”. Event yang menghadirkan 100
peserta dari berbagai kalangan, mulai dari blogger, journalist, dan masyarakat
umum di wilayah Indonesia ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Menanam
Pohon Nasional. Talk show ini menghadirkan tiga narasumber dengan latar
belakang yang berbeda, diantaranya Soraya Cassandra selaku Founder Kebun
Kumara, Adrian R.D. Putera selaku Project Manager Program Makmur PKT dan Iqbal
sebagai perwakilan petani milenial binaan PKT.
Goals dari event
ini adalah meningkatkan minat generasi muda di bidang pertanian, dimulai dengan
bercocok tanam dari rumah. Sehingga dengan munculnya minat tersebut, ke depan
akan lahir petani-petani millennial yang sukses memajukan sektor pertanian Indonesia.
Seperti kita ketahui dunia pertanian Indonesia sedikit ironis, sejak dulu kita
dikenal sebagai negara agraris namun sekarang kita malah mengimpor beras.
Sebagai simbolis
peringatan Hari Menanam Pohon Nasional, sebelum acara dimulai kami melakukan ceremonial
virtual tree planting. Sebelum mengikuti acara ini, para peserta sudah
mendapatkan gardening kit yang berisi media tanam, beberapa jenis benih,
semprotan spray, pot, sekop serta alat berkebun lainnya.
Seru dan unik
seremonial online ini, kami memulai dengan menanam benih bersama dengan memanfaatkan
gardening kit yang sudah dikirimkan. Peringatan hari menanam pohon ini
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran di dalam diri kita untuk berperan dalam
menjaga dan melestarikan alam dengan menanam baik itu pohon, tanaman hias atau
pun tanaman lainnya. FYI, meskipun hanya 1 pohon namun bisa memberikan
sumbangsih dalam pelestarian alam dan menyumbang oksigen alami.
Kisah Sukses Petani Milenial
Saya dapat
banyak sekali ilmu dan insight baru tentang dunia pertanian lewat event keren
ini. Misalnya saja dari narasumber Mbak Soraya Cassandra yang merupakan Founder
Kebun Kumara. Sandra berbagi tips berkebun agar terhindar dari hewan-hewan liar
yang mengganggu tanaman. Misalnya untuk jenis serangga, Sandra menyarankan
untuk menanam tumbuhan pengalih, seperti tanaman bunga basil, kemangi atau
tanaman berdaun wangi lainnya.
“Suka duka
berkebun itu ya salah satunya gangguan serangga. Tapi kalau belum besar intervensinya
itu nggak apa-apa, itu tandanya kebun kita sehat. Tapi kalau intervensinya sudah
besar dan tidak seimbang apalagi merugikan, kita bisa tanam tanaman ngalih.
Sementara untuk hewan yang lebih besar dan perusak seperti tikus, tutup semua
jalan masuknya,” katanya.
Sandara juga mengajak
masyarakat untuk menjadi “petani milenial” dimulai dengan membuat kebun di
rumah sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Motivasi Sandra membuat Kebun
Kumara adalah untuk mengajak lebih banyak teman Gen Z untuk memulai langkah kecil
menjadi petani milenial di rumah sendiri dan membiasakan diri melakukan
kebaikan untuk diri sendiri dan bumi.
Sementara itu
Iqbal petani binaan PKT berbagi kisah suksesnya sebagai petani milenial. Di era
yang serba digital ini, mau nggak mau kita harus menyesuaikan diri dengan
kemajuan dan perkembangan teknologi. Termasuk juga di dunia pertanian.
Iqbal menuturkan
bahwa menjadi petani adalah suatu pengabdian karena selain ketekunan, regenerasi
juga dibutuhkan. Apalagi, kehadiran modernisasi turut memberi peluang besar
untuk digarap generasi milenial demi mengambil ceruk pasar yang sangat
potensial lewat inovasi dan terobosan segar.
Iqbal juga
mengatakan modal dasar menjadi petani adalah ilmu. Mulai dari mengetahui
strategi, pasar, dan mengadopsi teknologi pertanian. Sehingga bertani tidak
lagi menjadi pekerjaan yang berat semata.
“Jadi petani
awalnya kita harus tau pasarnya. Punya strategi sejak awal. Jika kita paham dengan
teknologi pertanian, kita lebih mudah dapat peluang untuk sukses, ini jadi
latar belakang saya memilih menjadi profesi sebagai petani, kan tujuan dari
kerjaan profit,” katanya.
Dari keterangan
Iqbal dalam acara Demfarm tersebut, dalam satu tahun ia bisa melakukan empat kali
panen dengan masa tanam selama 60 hari. Saat ini, kelompok tani milenial Iqbal berjumlah
100 petani.
Oke teman-teman,
itulah tadi sharing pengalaman saya mengikuti acara talk show bertema “Cerita
Petani Millennial, Mendapat Berkah dari Kebun”. Saya jadi lebih bersemangat untuk
merawat kebun mini di depan rumah. Ke depannya saya ingin mengubah komposisi
tanaman di kebun dengan memperbanyak tanaman yang bisa dikonsumsi sehari-hari. Selain
hasilnya untuk diri sendiri, bisa juga dibagi dengan kerabat atau sahabat yang
membutuhkan.
Kalau aku berkebun baru 2 tahunan ini sih, ternyata seru bisa menanam apa yang kita. Rasanya membahagiakan
BalasHapusWah bener banget ini generasi muda juga harus memahami pentingnya bercocok tanam dan mempraktikkannya secara langsung.
BalasHapusBikin kebun di rumah sendiri ternyata tampak mudah juga ya. Aq suka kalau rumah ada tamannya.
BalasHapusAku tertarik banget dg bahasan artikelnya Mama Ivon, nih. Aku jg prnh brpikir, akan spt apa nantinya pertanian di Indonesia beberapa tahun mendatang. Ternyata ada insight utk menjadi petani milenial ya. Bagus banget ini, asli. Bakalan aku praktekkan nih nnti, Smoga bsa punya hunian sendri utk lebih maksimal lgi dlm menanam apa yg ingin ditanam nanti.
BalasHapusMantul liat milenial masih mau turun ke sawah, jaman sekarang anak muda pd g mau ke sawah e
BalasHapusSaya juga orang yang sangat suka nanam apa saja di kebon.
BalasHapusSeru banget ya mba acaranya. Salut juga dengan mbak ivon yang hobi bertanam sejak lama pantesan telaten sekali merawat bunga dan sayur
BalasHapusWah kalo ngomongin bercocok tanam jadi inget pas masa kuliah dulu nih. Berhubung aku alumnus kampus pertanian. Kalo sekarang berkebunnya sih aku mood²an hehe.
BalasHapusWah seru masa kecilnya di deket nwnek yang bertani. Saya mah jujur angkat tangan kalau urusan menanam2. Kecuali games pertanian.. Xixix.. Entah kenapa setiap menanam pasti mati padahal saya sudah mengerjakannya sesuai dengan prosedure.
BalasHapusSeruu ya maaak....
BalasHapusAkuu sarjana pertanian tapi blass ga cocok tanam menanam apa gak telaten kali yaa hehehe sering matinya daripada hidupnya 😀
Sekarang ini banyak ya mbak petani milenial yang sukses
BalasHapusDengan inovasinya, pertanian bisa digarap lebih modern
Jadinya lebih produktif
Nenek saya juga seorang petani. Waktu kecil sering banget membantu beliau di sawah dan di kebun belakang rumah kami. Mulai dari bertanam singkong ubi dan cabe. Makanya sekarang kalau main ke kebun sayur atau kebun yang menghasilkan buah, tak terkira senangnya hati. Campuran aroma tanah dan dedaunan yang menguap di sekitar, bikin perasaan nyaman. Selamat hari bertanam Indonesia. Semoga para petani kita semakin makmur. Amin
BalasHapusSalah satu kunci ketahanan pangan ada di pertanian lokal ya mba. dan kalau generasi masa kini mau menyentuh sektor ini, pasti akan muncul berbagai ide baik yang bisa memajukan. Semoga sistem distribusi dan penjualan juga makin ramah petani agar petani makin makmur dan ketahanan pangan Indonesia bisa terbentuk.
BalasHapusKatanya kalau tanam menanam itu tergantung tangan. Bener gak Mbak Ivon? Jadi kalau tangannya dingin nanam apa aja bisa hidup dan tumbuh subur. Tapi kalau panas pasti kalau punya tanaman selalu mati.
BalasHapusSaya ini termasuk sering mati kalau punya tanaman. Kayaknya bukan karena tangan panas tapi males nyiram kayaknya. Hahaha. Waah seneng sekali ya sekarang ada petani milenial. Paman saya setelah pensiun jg berkebun di lahan terbatas rumahnya di perkotaan. Mayan bisa panen sayuran segar dari halaman rumah.
Petani millenial makin inovatif..bukan hanya dari cara menanamnya ya tapi sampai ke penjualan pun petani milenial ini punya strategi khusus.. Semoga makin maju pertanian Indonesia
BalasHapusJadi ingat saya pun sedang menanam bunga matahari dari Kebun Kumara nih. Ilmu yang didapat dari Mbak Sandra memang jelas dan mudah diikuti. Yuk nanam apa yang kita butuhkan aja dulu ya
BalasHapusSejak pandemi berlangsung, berkebun menjadi salah satu kegiatan yang menyenangkan. Dan kini, generasi yang siap kembali berswasembada pangan mandiri, seperti zaman dulu lagi. Impian besar yang semoga menjadi kenyataan.
BalasHapusRasanya bangga banget bisa memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Saya jadi penasaran dengan metode pertanian yang diterapkan Iqbal hingga bisa panen 4 kali dalam setahun. Kalau semua petani bisa gini, pasti kesejahteraannya bakal meningkat
BalasHapusJadi petani potensial ya mba sayangnya generasi milenial blm banyak yg mau terjun jd petani. Semoga Iqbal menginspirasi banyak generasi milenial
BalasHapusAku juga suka berkebun, tapi sejak punya anak jadi malah agak malas ngurus tanaman. Apalagi di rumah yang sekarang, tiap kali nanam sering kedatangan hama. Jadi agakj drop semangat nanamnya.
BalasHapusSalut banget deh dengan semangat orang-orang yang mau berkebun dan tidak malu untuk menjadi petani karena sebuah profesi yang sangat mulia menjadi petani semangat untuk petani milenial
BalasHapusAman kah mbak nanem mangga deket rumah, akarnya nggak ngerusak pondasi rumah? Apalagi kalau jarang berbuah, apa tanda tanda minta diganti hihi.. berkebun memang menyenangkan ya mbak, mirip kayak nulis, kayak obat :)
BalasHapusdi daerah Bengkulu, khususnya di kabupaten curup sudah banyak petani milenial, al hasil emang tanaman dan produksi lebih baik sebab lebih melek teknologi dan digital
BalasHapusBerkebun tuh yang paling susah itu tekunnya itu loohh... tekun merawat tanaman. Ibuku nih yang tekun banget kalau soal nanem2 gini. Beliau tuh menanam apa aja pasti hidup. H
BalasHapusMenurutku emang sudah saatnya sih petani itu bangkit, sudah waktunya generasi millenial ikut berpatisipasi pada pertanian di Indonesia, kalo pikir kan emang milenial di usia sekarang yang mulai mengerjakan pekerjaan ini, biar yang kuliah pertanian gak kerjanya malah di Bank seperti guyonan beberapa taun terakhir. Semoga dengan begitu kondisi petani makin membaik, panen makin bagus siklusnya dan kita sebagai konsumen dipermudah untuk mendapakan hasil yang terbaik
BalasHapusAku juga pengen punya kebun kecil gitu, tapi entah kenapa ini tangan gak bakat berkebun. Tanamannya mati melulu wkwkw. Harus belajar berkebun dulu nih.
BalasHapusPetani milenial sekarang kece kece deh, karena update informasi dan cara menanam yang lebih modern
BalasHapus