Resensi: On a Journey
Judul
Buku : On a Journey
Penulis : Desi Puspitasari
Cetakan : Pertama, Januari 2013
Penerbit : Bentang
Tebal
Buku: vi+266 halaman
Apa itu
hidup? Sesekali boleh minggat.
Rubi
Tuesday berteman selama dua tahun dengan Stine. Rubi menyukai Stine, lelaki
yang membuatnya nyaman dan nyambung membahas
hal apa saja dengannya. Namun Stine menolak ketika Rubi mengungkapkan
perasaannya.
Rubi
patah hati. Dia menjadi seseorang yang
cengeng dan harinya menjadi muram. Dia memutuskan untuk menghindari Stine
dengan cara melakukan perjalanan tanpa tujuan. Berbekal sepeda tua dan ransel
dengan bentuk seperti samsak tinju. Rubi hanya memberitahu Phie, sahabat
baiknya kalau akan melakukan perjalanan.
Selama
perjalanan Rubi bertemu dengan beragam orang dengan karakternya. Dave, seorang
dokter yang ditugaskan di kota terpencil. Si Ma’am, Pak Oto dan Pak Sam pemilik
warung makan. Dimana Rubi bekerja di warungnya sebagai pencuci piring. Hingga pada titik kesadaran, sejauh apapun
perjalanan yang ditempuhnya tanpa tujuan. Rubi dihadapkan pada pilihan untuk
pulang.
Sepulang
dari perjalanan itu, dia kembali ke rumahnya. Menemukan setumpuk buku di depan
pintu rumahnya. Mungkinkah stine yang mengirimnya? Akankah Rubi bertemu kembali
dengan Stine?
Novel
ini ditulis dengan setting luar negeri, tepatnya daerah Diavabre. Suatu nama
daerah yang jelas sangat asing terdengar bagi saya tentunya. Diceritakan dengan
alur flashback, awalnya sempat membosankan di bagian awal. Namun semakin dibaca
per bab, ceritanya lumayan menarik. Banyak pembelajaran hidup yang bisa dipetik
dari cerita di novel ini. Namun secara penilaian saya pribadi, ide cerita ini
meski menggunakan setting luar negeri. Masih terasa kesannya lokalnya.
Well,
secara keseluruhan novel ini menarik untuk dibaca.
kalo aku gak tau siapa penulisnya, aku pasti bakal ngira ini novel terjemahan :)
BalasHapuspoin 3.8/5 dari aku... :)
Pasti karena covernya ya mbak? Hehehe
HapusBukan Von, tapi dari jalan ceritanya....
Hapussetting, alur, dsb itu seperti novel-novel terjemahan yang biasa aku baca... :)
kalau untuk setting seperti novel terjemahan, aku agak setuju. Tapi kesannya masih terlalu dipaksakan mbak :)
HapusAku selalu terkesan dengan tulisan Desi
BalasHapusAku iya mbak, tapi untuk novel ini aku agak kurang. Mungkin krn settingnya terlalu dipaksakan kebarat-baratan kali ya :D
Hapussekarang hampir semua judul buku kok ngenggris ya...hehe...
BalasHapusNah lho...
HapusPadahal judul bahasa Indonesia pun bagus dan lebih membumi ya jeng :D
hm..hm...aku blm pernah baca novel mb Des, tapi kalo cerpennya sih sering..:)
BalasHapusjadi gak bisa komen banyak hehhe
Hampir semua novel mbak Desi aku udah baca. Dari yang pertama sampai ini teteh
HapusDan aku juga lebih suka baca cerpennya :)
Kesan perjalanannya mirip serial petualangan Enid Blyton kali ya? Lima Sekawan, hehe.
BalasHapus"Setingannya terlalu dipaksakan kebarat-baratan", aku sepakat.
Aku belum pernah baca novel Enyd Blyton yang Lima Sekawan hehehe
HapusSecara aku gak tahu diavabre itu di negara mana :D