Aku
menatap rentetan garis-garis itu tepat di sebelah tempat duduk. Ada ribuan barisan
yang tertata rapi dan sempurna.
"Tapi
kamu berbohong dengan tatapanmu,embun?" menggaung tepat ditelingaku.
Sedang waktu kian menjajah keadaan.Menyeret2 kenangan yang masih tersemat di
pojokkan ruang.
"Jangan...jangan
katakan itu padaku, aku masih ingin selalu ada bersamanya." pembelaan yang
tak kalah sengit.
Maafkan
aku, Embun. Aku masih terlalu rapuh untuk berkata Aku tegar. Aku terlalu
munafik untuk berkata Aku bisa melakukan semuanya tanpamu.Aku sempat tergugu,
amat menyesakkan saat waktu menghakimi. Tiada arti setiap waktu yang bertaut
dalam hidupku. Embun, kenapa aku tak konsisten padamu. Susah payah aku
bersembunyi di dasar bumi paling bawah pun, tetap tak bisa kunafikan. Dan aku
lebih jauh merasai kesenangan sesaatku. Aku sering terbuai akan pilihan,
melang-lang pada setiap taman. Aku masih mendewakan kepentinganku, tanpa
menoleh sedikit pun untukmu.
"Itu
salahmu...! Itu Kelalaianmu..!! tegas dan tak ada kompromi di dalamnya.
"Iya..Iya..aku
akui, ini kesalahan terfatalku mengesampingkan amanah itu, tapi kasih aku
kesempatan, Embun..." mohonku bersalah dan tertunduk lesu.
Bayangan2
itu kembali berkelebat penuhi imajinasiku. Aku telah gagal menjaga amanahmu,
hingga ku biarkan kamu kembali mengembun seperti luka yang menyayat2
hatiku. Dan menyisihkan amanah itu tak berperasaan. Padahal kamu tahu, waktu
akan selalu mengejar2nya.
Kini,
akan aku jaga kembali kepercayaan itu tak lagi bernoda. Akan ku rangkai
semangat agar aku tetap konsisten terhadapmu. Amanah itu akan menagih
pertanggung jawabanku kelak, agar tak lagi ada protes mewarnai hariku...
Namun
aku akan mengingat Embun yang tak konsisten, pernah ada dalam hidupku....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar